Kamis, 24 Mei 2012

BOM WAKTU DI TANAH BATAK (PORSEA)

Disaat Pemerintah sedang menggalang seluruh lapisan masyarakat untuk mensukseskan penghijauaan dengan jargon Semilyar Pohon , yang terjadi di Tanah Batak terutama di daerah Porsea dan sekitarnya justru sebaliknya. Anggota masyarakat yang kurang mengerti manfaat dari hutan yang sebenarnya justru mau menjual hutan dengan iming-iming Rp.200.000,-/KK (dua ratus ribu rupiah per kepala keluarga). Sungguh suatu pemandangan yang sangat memilukan hati. Dimana letak hati dari para aparat desa yang sudah terpilih, apa yang bisa mereka lakukan untuk melindungi desa yang dipinpinnya. Apakah hanya untuk uang yang sifatnya sementara dan jumlah yang tidak layak mereka mau menjual harta dan identitas desa mereka? Bagaimana pandangan kita sebagai anak-anak rantau yang sudah lebih berpandangan luas menanggapi hal ini. Adakah kita akan membiarkan hal ini terjadi di kampung halaman kita? Pada saat pembangunan PT. Inti Indorayon Utama saja masyarakat sekitar Porsea sudah sangat dirugikan, apalagi dengan adanya pembalakan hutan/illegal logging. Pada saat PT. I (sebut saja demikian) berdiri di Sosor Ladang sudah banyak kerugian yang dialami masyrakat mulai dari ternak yang banyak mati, peternakan ikan yang gagal akibat tercemar limbah, hasil pertanian yang gagal, sampai pada kesehatan warga yang terganggu. Belum lagi angka cacat pada anak-anak yang baru lahir. Ditambah lagi sekarang sudah banyak hutan yang sudah dijual. Dengan penjualan hutan ini apakah kita tidak bisa melihat dampak yang akan terjadi nanti di tanah kelahiran kita ini. Yaitu banjir bandang yang tak akan bisa dibendung lagi. Apakah kita akan berdiam diri untuk menyaksikan tanah kelahiran kita hancur dan tidak berbentuk lagi ? untuk kita anak-anak rantau yang peduli kampung halaman kita mari kita satu hati, satu tujuan untuk tidak membiarkan hutan kita tergadai hanya karena ulah orang yang tidak bertanggung jawab. Beberapa hari yang lalu saya mendapat berita bahwa ada oknum yang mau membeli pohon di hutan Lumban Masopang desa Sibadihon kecamatan Lumban Lobu. Oknum tersebut mengatakan akan membeli pohon yang ada di hutan itu sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan mereka juga akan langsung mengadakan penghijauan dengan menanam kembali pohon di area yang sudah digunduli. Kalau kita bisa melihat modus ini dengan jeli bukankah ini adalah motif penipuan untuk masyarakat? Mereka mengatakan akan langsung mengadakan penghijauan padahal itu adalah salah satu trik mereka untuk dapat menguasai hutan itu secara permanen. Karena pohon yang sudah ditanam itu otomatis menjadi pohon mereka secara sah. Dan hal ini akan terus berlanjut tanpa bisa digugat lagi karena secara tidak sadar warga telah menjual hutan tersebut dengan mengumpulkan tanda tangan tanpa mengetahui isi dari Surat Perjanjian yang dibuat oleh oknum tertentu yang hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa menghiraukan kehidupan warga sekitar. Modus pembelian hutan ini belum diketahui dengan jelas, apakah ini ada hubungannya dengan modus para teroris yang memang diperkirakan sudah merambah hutan disekitar Sumatra atau ini merupakan modus pengalihan hak atas hutan/gunung oleh para pengusaha yang sudah mencium adanya kekayaan bumi yang terpendam di Tanah Batak. Jika hal ini berlanjut bukan hal mustahil masyarakat Batak akan tergusur dari tanahnya sendiri. Tidak menutup kemungkinan kita sebagai anak-anak Porsea akan kehilangan kampung halaman. Kalau kita memang peduli terhadap hal ini mari kita bersatu untuk menggalkan penjualan hutan tersebut. Apakah kita sebagai anak-anak rantau akan membiarkan hal ini terjadi? Kalau ada diantara kita yang kurang percaya akan hal ini coba cari informasi dari orang tua atau saudara kita dikampung terutama anak-anak yang ada di kecamatan Porsea, kecamatan Lumban Lobu, dan kecamatan Lumban Julu. Coba kita tanya, pohon dari hutan/gunung mana saja yang sudah dan yang akan terjual. Mari kita sebagai anak-anak memberi pengertian kepada orangtua atau saudara kita di kampung halaman untuk tidak lagi mau menjual hutan. Mari kita memberi bekal pengetahuan kepada mereka bahwa uang yang mereka terima tidak sebanding dengan bahaya yang akan datang. Coba kita beri mereka wawasan tantang manfaat pohon yang ada dihutan, seberapa banyak manfaatnya untuk kita dimasa sekarang terlebih untuk generasi yang akan datang. Haruskah kita akan berdiam diri melihat kampung halaman kita nanti tenggelam atau akan berpindah ke tangan orang-orang serakah yang selalu haus akan kekuasaan? Mampukah kita hanya sebagai penonton yang hanya duduk manis meyaksikan tanah kelahiran kita hilang ? Tidak bisakah kita melihat contoh berita di media yang terjadi di Lampung yang marak diberitakan akhir Januari lalu? Penyesalan selalu datang terlambat, tapi sebelum hal itu terjadi mari kita bersatu untuk menghimpun kekuatan agar tanah kelahiran kita yang sangat kita cintai tidak tergadai. Kalau memang kita belum bisa membangun di kampung halaman kita paling tidak kita bisa menggagalkan modus penjualan hutan ini. Kalau kita belum bisa malakukan hal besar untuk desa kita paling tidak kita bisa melakukan satu hal yaitu dengan cara memberi pengertian kepada para orangtua dan saudara kita untuk tidak mau menandatangani penjulan pohon yanng ada di hutan, karena itu hanya satu trik untuk dapat mengusai hutan yang belum jelas akan dijadikan apa nantinya oleh para pembeli hutan tersebut. Apakah akan dijadikan lahan untuk para teroris ataukah akan dijadikan tambang atau perkebunan yang hanya akan menguntungkan oknum yang sudah membeli hutan tersebut. Disamping kemungkinan tersebut kita juga harus melihat kemungkinan lain yaitu bahaya banjir bandang, yang bisa meratakan wilayah Porsea sekitarnya. Dengan adanya berita ini apa yang akan kita lakukan, tolong untuk dapat segera bertindak. Karena hal ini tidak bisa diselesaikan jika tidak bersatu. Beri dukungan untuk STOP PENJUALAN HUTAN DENGAN MODUS PEMBELIAN POHON dan REBOISASI. Stop Illegal Logging di Tanah Batak terutama Posea dan sekitarnya. Disaat Pemerintah sedang menggalang seluruh lapisan masyarakat untuk mensukseskan penghijauaan dengan jargon Semilyar Pohon , yang terjadi di Tanah Batak terutama di daerah Porsea dan sekitarnya justru sebaliknya. Anggota masyarakat yang kurang mengerti manfaat dari hutan yang sebenarnya justru mau menjual hutan dengan iming-iming Rp.200.000,-/KK (dua ratus ribu rupiah per kepala keluarga). Sungguh suatu pemandangan yang sangat memilukan hati. Dimana letak hati dari para aparat desa yang sudah terpilih, apa yang bisa mereka lakukan untuk melindungi desa yang dipinpinnya. Apakah hanya untuk uang yang sifatnya sementara dan jumlah yang tidak layak mereka mau menjual harta dan identitas desa mereka? Bagaimana pandangan kita sebagai anak-anak rantau yang sudah lebih berpandangan luas menanggapi hal ini. Adakah kita akan membiarkan hal ini terjadi di kampung halaman kita? Pada saat pembangunan PT. I saja masyarakat sekitar Porsea sudah sangat dirugikan, apalagi dengan adanya pembalakan hutan/illegal logging. Pada saat PT. I di Sosor Ladang sudah banyak kerugian yang dialami masyrakat mulai dari ternak yang banyak mati, peternakan ikan yang gagal akibat tercemar limbah, hasil pertanian yang gagal, sampai pada kesehatan warga yang terganggu. Belum lagi angka cacat pada anak-anak yang baru lahir. Ditambah lagi sekarang sudah banyak hutan yang sudah dijual. Dengan penjualan hutan ini apakah kita tidak bisa melihat dampak yang akan terjadi nanti di tanah kelahiran kita ini. Yaitu banjir bandang yang tak akan bisa dibendung lagi. Apakah kita akan berdiam diri untuk menyaksikan tanah kelahiran kita hancur dan tidak berbentuk lagi ? untuk kita anak-anak rantau yang peduli kampung halaman kita mari kita satu hati, satu tujuan untuk tidak membiarkan hutan kita tergadai hanya karena ulah orang yang tidak bertanggung jawab. Beberapa hari yang lalu saya mendapat berita bahwa ada oknum yang mau membeli pohon di hutan Lumban Masopang desa Sibadihon kecamatan Lumban Lobu. Oknum tersebut mengatakan akan membeli pohon yang ada di hutan itu sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan mereka juga akan langsung mengadakan penghijauan dengan menanam kembali pohon di area yang sudah digunduli. Kalau kita bisa melihat modus ini dengan jeli bukankah ini adalah motif penipuan untuk masyarakat? Mereka mengatakan akan langsung mengadakan penghijauan padahal itu adalah salah satu trik mereka untuk dapat menguasai hutan itu secara permanen. Karena pohon yang sudah ditanam itu otomatis menjadi pohon mereka secara sah. Dan hal ini akan terus berlanjut tanpa bisa digugat lagi karena secara tidak sadar warga telah menjual hutan tersebut dengan mengumpulkan tanda tangan tanpa mengetahui isi dari Surat Perjanjian yang dibuat oleh oknum tertentu yang hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa menghiraukan kehidupan warga sekitar. Modus pembelian hutan ini belum diketahui dengan jelas, apakah ini ada hubungannya dengan modus para teroris yang memang diperkirakan sudah merambah hutan disekitar Sumatra atau ini merupakan modus pengalihan hak atas hutan/gunung oleh para pengusaha yang sudah mencium adanya kekayaan bumi yang terpendam di Tanah Batak. Jika hal ini berlanjut bukan hal mustahil masyarakat Batak akan tergusur dari tanahnya sendiri. Tidak menutup kemungkinan kita sebagai anak-anak Porsea akan kehilangan kampung halaman. Kalau kita memang peduli terhadap hal ini mari kita bersatu untuk menggalkan penjualan hutan tersebut. Apakah kita sebagai anak-anak rantau akan membiarkan hal ini terjadi? Kalau ada diantara kita yang kurang percaya akan hal ini coba cari informasi dari orang tua atau saudara kita dikampung terutama anak-anak yang ada di kecamatan Porsea, kecamatan Lumban Lobu, dan kecamatan Lumban Julu. Coba kita tanya pohon dari hutan/gunung mana saja yang sudah dan yang akan terjual. Mari kita sebagai anak-anak memberi pengertian kepada orangtua atau saudara kita di kampung halaman untuk tidak lagi mau menjual hutan. Mari kita memberi bekal pengetahuan kepada mereka bahwa uang yang mereka terima tidak sebanding dengan bahaya yang akan datang. Coba kita beri mereka wawasan tantang manfaat pohon yang ada dihutan, seberapa banyak manfaatnya untuk kita dimasa sekarang terlebih untuk generasi yang akan datang. Haruskah kita akan berdiam diri melihat kampung halaman kita nanti tenggelam atau akan berpindah ke tangan orang-orang serakah yang selalu haus akan kekuasaan? Mampukah kita hanya sebagai penonton yang hanya duduk manis meyaksikan tanah kelahiran kita hilang? Tidak bisakah kita melihat contoh berita di media yang terjadi di Lampung yang marak diberitakan akhir Januari lalu? Penyesalan selalu datang terlambat, tapi sebelum hal itu terjadi mari kita bersatu untuk menghimpun kekuatan agar tanah kelahiran kita yang sangat kita cintai tidak tergadai. Kalau memang kita belum bisa membangun di kampung halaman kita paling tidak kita bisa menggagalkan modus penjualan hutan ini. Kalau kita belum bisa malakukan hal besar untuk desa kita paling tidak kita bisa melakukan satu hal yaitu dengan cara memberi pengertian kepada para orangtua dan saudara kita untuk tidak mau menandatangani penjulan pohon yanng ada di hutan, karena itu hanya satu trik untuk dapat mengusai hutan yang belum jelas akan dijadikan apa nantinya oleh para pembeli hutan tersebut. Apakah akan dijadikan lahan untuk para teroris ataukah akan dijadikan tambang atau perkebunan yang hanya akan menguntungkan oknum yang sudah membeli hutan tersebut. Disamping kemungkinan tersebut kita juga harus melihat kemungkinan lain yaitu bahaya banjir bandang, yang bisa meratakan wilayah Porsea sekitarnya. Dengan adanya berita ini apa yang akan kita lakukan, tolong untuk dapat segera bertindak. Karena hal ini tidak bisa diselesaikan jika tidak bersatu. Beri dukungan untuk STOP PENJUALAN HUTAN DENGAN MODUS PEMBELIAN POHON dan REBOISASI. Stop Illegal Logging di Tanah Batak terutama Posea dan sekitarnya.

2 komentar:

  1. Sedih... Bonapasogit marga Masopang di Toba dan Dasopang di Angkola.. yaitu Lumban Masopang sudah tamat. Dongan tubu di Bonapasogit sudah berubah marga jadi Sitompul. Sungguh miris...

    BalasHapus
  2. Sedih... Bonapasogit marga Masopang di Toba dan Dasopang di Angkola.. yaitu Lumban Masopang sudah tamat. Dongan tubu di Bonapasogit sudah berubah marga jadi Sitompul. Sungguh miris...

    BalasHapus